Kamis, 14 November 2019

2017 Bank Syariah Mandiri Fokus ke Lima Produk Andalan

Mengapa Esther Gayatri Saleh Ngotot Jadi Pilot

, Bandung -PT Dirgantara Indonesia lakukan uji terbang pertama pesawat N219. Uji terbang yang berjalan pagi barusan, Rabu, 16 Agustus 2017, dikerjakan oleh pilot wanita Esther Gayatri Saleh.

Esther Gayatri Saleh bukan orang baru di dunia uji terbang pesawat. Seperti diambil dari Koran Tempo, 26 Desember 2015, 1/2 dari umur wanita 55 tahun ini dihabiskan jadi satu orang pilot uji di PT Dirgantara Indonesia.

Pada umur 21 tahun, Esther telah diakui jadi ko-pilot di perusahaan penerbangan pelat merah yang dahulu bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) itu. Sukses jadi ko-pilot, karena suport B.J. Habibie yang waktu itu memegang jadi orang nomor satu di PT DI, Esther Gayatri Saleh diakui jadi hanya satu pilot uji wanita di Indonesia. Gw benar-benar mengucapkan syukur lahir di pabrik ini, tutur wanita yang diakui PT DI untuk mengetes coba terbang pesawat N219 ini.

Keinginan jadi satu orang pilot ada saat Esther jadi wartawan photo cilik bimbingan Kementerian Pariwisata, serta bekerja di Istana Negara. Saat itu, dia seringkali dibawa berkeliling-keliling Indonesia memakai pesawat terbang.

Saat itu panggilan jadi satu orang pilot hinggap di pikiran Esther. Dahulu, dia pernah naik pesawat Cassa ke Long Bawan, Kalimantan Utara. Waktu itu, Esther ingin tahu lihat banyak tombol yang ditemui pilot. Kok tombolnya banyak ya, kok pilot tahu ke mana, walau sebenarnya tidak lihat apa-apa. Gw jadi ingin tahu, katanya.

Baca: Belum Terbang, Pesawat N219 Bikinan PT DI Kebanjiran Peminat

Sesudah lulus sekolah menengah atas, Esther langsung cari sekolah penerbangan. Di usianya yang masih 18 tahun, dia terbang ke Negeri Abang Sam untuk mendaftarkan di sekolah penerbangan Swayer School of Aviation, Phoenix, Amerika Serikat. Dua tahun dia menimba pengetahuan disana. Sebab kurang ongkos, untuk ongkos makan gw sempat jadi pembantu disana. Jadi baby sitter sampai jadi laden (pelayan), katanya.

Ada narasi menarik dibalik cerita dia pilih sekolah di luar negeri. Sebelum bersekolah di Phoenix, dia terlebih dulu mendaftarkan di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia Curug, Banten. Sebab fakta tinggi tubuh yang tidak penuhi ketentuan, Esther tidak diterima oleh salah satunya sekolah penerbangan paling tua di Tanah Air itu.

Pernah daftar ke Curug, tetapi mereka mintanya lulusan IPA, sedang gw IPS. Tinggi tidak masuk sebab mereka mintanya 162 (cm), gw 157. Ya telah, gw daftar ke Amerika, kata Esther.

Di Amerika, dia meneruskan kisahnya, Gw disaksikan kakinya, telah satu mtr., oke. Jika di Amerika, kamu kurang lihat (sebab kurang tinggi), lebih bantal apa susahnya. Gw pernah nerbangin pesawat diganjal bantal saja.

Setelah lulus dari School of Aviation, Phoenix, Amerika Serikat, profesinya tidak mendadak mulus semulus aspal landasan udara. Dia sempat tidak diterima mengkonversikan lisensi yang dia capai di Amerika jadi lisensi Indonesia menjadi ketentuan seleksi pilot.

Serta waktu itu ada salah satunya petinggi di Kementerian Perhubungan yang merendahkan kekuatannya jadi satu orang pilot. Petinggi yang dia tidak ingin katakan namanya itu menjelaskan wanita tidak laik jadi pilot. Kamu itu wanita, cocoknya di dapur sajalah, tutur Esther, menirukan perkataan si petinggi.

Tidak patah semangat, dia langsung memburu Menteri Perhubungan waktu itu yang dijabat Roesmin Noerjadin, untuk minta kesempatan supaya bisa diikutkan tes. Pada akhirnya Menteri Noerjadin meluluskan Esther turut tes. Sesudah tes, gw lulus. Gw kira pengalaman itu pemberian Tuhan supaya ciri-ciri gw tercipta, katanya.

Selesai menerbangkan pesawat N219, Esther Gayatri Saleh akui bangga serta terharu. Puji Tuhan semunya lancar yang tentu kita harus berbangga jika pesawat ini semua bikinan anak bangsa, kata Esther Gayatri Saleh, seperti diambil dari Di antara, Rabu, 16 Agustus 2017. IQBAL T. LAZUARDI S | DEWI RINA

"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar